Senin, 26 Desember 2011

berilmu amaliah beramal ilmiah

Berilmu Amaliah Beramal Ilmiah
Oleh: Muhammad Agus

Suatu ketika Luqman al-Hakim berpesan kepada anaknya: “Anakku! Tidak ada baiknya mempelajari apa yang belum engkau ketahui, selama engkau belum memanfaatkan apa yang telah engakau ketahui. Ini seperti pengumpul kayu yang tak mampu memikulnya, tetapi dia menambah kayu yang lain untuk dipikulnya.”
Dari pesan di atas terdapat sebuah pelajaran yang berharga bagi orang yang telah merasa cukup dengan ilmu yang ia miliki. Dan juga terdapat motivasi bagi orang yang sedang mencari atau menuntut ilmu. Mengapa? Sebab ternyata ilmu tidak ada artinya jika ilmu tersebut hanya menjadi hiasan apatah lagi jika menjadi lambang kesombongan.
Oleh karena itu, pada “coretan-coretan” kali ini, mari kita kembali menyimak firman Allah yang diutarakan dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11:
... يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات... الخ
“Allah mengangkat derajat orang –orang yang beriman dan derajat orang-orang yang berpengetahuan”
Di dalam ayat di atas dapat dipahami bahwa betapa Allah SWT memuliakan orang yang beriman dan orang yang berpengetahuan. Sebab iman adalah sesuatu yang hanya mampu dirasakan namun sangat sulit untuk digambarkan hakikatnya. Iman bagaikan rasa kagum dan cinta, yang hanya dirasakan oleh si pencinta atau si pengagum namun ia tetap diliputi tanda tanya tentang yang dicintainya. Dan juga iman yang benar akan melahirkan aktivitas yang benar sekaligus kekuatan menghadapi tantangan, bukannya kelemahan yang melahirkan angan-angan dan mengantar pada keinginan terjadinya sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam, akal sehat serta hakikat ilmiah.
Sedangkan ilmu pengetahuan adalah nur (cahaya) yang dicampakkan Allah ke hati siapa yang mempersiapkan diri untuk meraihnya. Ilmu juga merupakan kekuatan yang mampu mengarahkan emosi dan nafsu ke arah positif sekaligus mengendalikannya sehingga tidak terjerumus dalam kegiatan negatif.
Ayat di atas juga memberikan informasi bahwa iman dan ilmu tidak boleh terpisahkan walaupun keduanya memiliki perbedaan. Karena bisa saja seseorang tahu, tetapi dia tidak percaya, dan bisa juga seseorang percaya walau dia tidak tahu. Ini karena ilmu bersumber pada akal dan iman bersumber pada kalbu. Keduanya memang berbeda namun saling terkait. Ilmu memberi kekuatan yang menerangi jalan kita dan iman menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa kita. Ilmu adalah revolusi eksternal, sedangkan iman adalah revolusi internal. Keduanya adalah keindahan dan hiasan; ilmu adalah keindahan akal, sedangkan iman keindahan jiwa; ilmu hiasan pikiran dan iman hiasan perasaan. Keduanya menghasilkan ketenangan lahir dan batin.
Penyebutan iman lebih awal kemudian ilmu, menandakan bahwa ilmu dapat mengantarkan pada kemuliaan jika diawali dengan keimanan. Dan keimanan itu tersendiri tergambar lewat perbuatan dan sikap seseorang. Sehingga dipahami bahwa orang yang memiliki pengetahuan ditambah dengan keimanan adalah orang yang mampu mengaktualisasikan ilmunya serta mengaplikasikan keimanannya. Pada saat yang sama sering terlontar sebuah ungkapan al adabu qabla al ‘ilmi (etika dan moral harus didahulukan daripada akhlak) yang berarti bahwa tingkat keimanan orang yang berilmu dilihat dari sejauh mana kualitas akhlaknya ketika ia bergaul dan bercengkrama dengan sesamanya. Sebab ilmu yang tidak dibarengi dengan keimanan –paling tidak akhlak yang baik- maka ilmu tersebut akan menjadi boomerang dan virus mematikan dalam hidupnya. Akan tetapi ilmu yang dihiasi dengan akhlak yang mulia pasti –dan memang demikian- akan mengantarkan pemiliknya menuju pintu kemuliaan pula.
Itulah sebabnya, seorang ilmuwan harus memiliki 3 kecerdasan; spiritual, emosional dan intelektual. Bila ketiga kecerdasan tersebut terhimpun pada diri seseorang, maka secara sadar akan bersikap diam menyangkut apa yang tidak perlu atau tidak bermanfaat jika diketahui oleh mitra bicaranya. Seakan ada seruan yang selalu mengawasinya, “cukuplah kebaikan yang engkau ucapkan, dan biarlah keburukan menjadi sampah yang tidak perlu diperdulikan”. Serta kecerdasan-kecerdasan tersebut akan membentuk pribadi yang menyandang pakaian ruhani. Sehingga terpelihara identitasnya, lagi anggun penampilannya dan selalu berusaha mengamalkan ilmunya serta mengilmiahkan amalannya.
Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar